WahanaNews - Simalungun I Hadir dari cerita cinta yang terlarang:Di berbagai tempat di dunia sejak zaman dahulu kala, tongkat mungkin bisa dibilang menjadi senjata sakral atau kekuatan bagi pemimpin kerajaan hingga orang-orang yang memiliki kekuasaan. Seperti bagi masyarakat Batak Toba, yang memiliki kepercayaan terhadap tongkat sakti bernama Tunggal Panaluan.
Ya, Tunggal Panaluan merupakan tongkat sakti yang memiliki panjang kurang lebih 150 hingga 200 meter dari suku Batak Toba, dipercaya sebagai tempat bersemayamnya roh para leluhur, di mana tongkat ini memiliki kekuatan magis yang dapat menyembuhkan orang sakit, mengusir wabah, menjaga rumah, memanggil hujan sampai mendatangkan berkah.
Baca Juga:
Guru Seni Budaya Diduga Lakukan Pelecehkan Kepada 11 Siswi SMKN 56 Jakarta
Menurut beberapa legenda dan catatan yang didapat, tidak boleh sembarang orang yang memiliki tongkat sakti satu ini. Hanya orang-orang terpilih yang bisa “memegang” atau memiliki tongkat ini, seperti para tetua adat (Datu) atau dukun. Dalam pembuatannya sendiri, tongkat sakti suku Batak Toba ini dipercaya menggunakan ritual, sesajen dan proses penggarapannya pembuat harus berpuasa serta menggunakan bahan dari pohon khusus atau kayu tada-tada.
Nama Tunggal Panaluan sendiri diambil dari kata “tunggal” yang berarti satu dan “panaluan” yang berarti mengalahkan. Banyak masyarakat suku Batak Toba percaya, jika memiliki tongkat ini maka mereka akan memiliki kekuatan, kekuasaan hingga disegani oleh orang-orang.
Cerita dan Kisah Tongkat Tunggal Panaluan
Baca Juga:
Peringati Hari Pariwisata Dunia, Sudin Parekraf Jakarta Pusat Promosi Destinasi Wisata
Ada beberapa versi sejarah mengenai legenda tongkat ini. Pertama, konon pada masa lampau, raja suku Batak Toba memiliki anak kembar, laki-laki dan perempuan. Di mana pada saat itu, kedua anak kembar Sang Raja bermain di hutan. Namun, ketika matahari sudah ingin tenggelam, kedua anak ini belum juga pulang dari hutan tersebut, maka Sang Raja bergegas meminta bantuan Datu untuk membantunya mencari kedua anaknya.
Sesampainya di hutan, Sang Raja dan Datu melihat kedua anak kembarnya terperangkap salah satu pohon besar. Ketika mencoba untuk mengeluarkan kedua anak Sang Raja, para Datu justru ikut terperangkap di pohon tersebut. Banyak masyarakat setempat percaya, terperangkapnya kedua anak kembar Sang Raja karena mereka ingin berbuat hal yang terlarang.
Sehingga, alam pun murka dan membuat orang-orang yang menolong kedua anak raja tersebut ikut terjebak dalam pohon tersebut. Para korban yang terjebak dalam pohon digambarkan pada ukiran wajah pada tongkat Tunggal Panaluan.