Cerita lainnya menjelaskan jika tongkat ini masih mengisahkan tentang cinta terlarang atau perkawinan sedarah pada masa lampau, namum bukan dari anak Sang Raja. Melainkan, kisah Guru Hatia Bulan atau Datu Arah Pane dan Nan Sindak Panaluan yang selama kurang lebih delapan tahun tidak dikaruniai anak.
Ketika Nan Sindak Panaluan diketahui mengandung, Guru Hatia Bulan pun mengalami mimpi buruk, di mana dalam mimpi tersebut Nan Sindak Panaluan melahirkan bayi kembar laki-laki dan perempuan bernama Aji Donda Hatahutan Situan Parbaring dan Tapi Nauasan Siboru Panaluan di hari yang buruk, atau dalam mitologi Batak disebut Ari Sirangga Pudi.
Baca Juga:
Guru Seni Budaya Diduga Lakukan Pelecehkan Kepada 11 Siswi SMKN 56 Jakarta
Mengalami mimpi buruk tersebut, Guru Hatia diminta para tetua kampung untuk memisahkan kedua anak kembar mereka, namun dihiraukannya. Hingga pada akhirnya, memasuki usia dewasa anak kembar tersebut, warga setempat melihat hubungan Aji Donda Hatahutan Situan Parbaring dan Tapi Nauasan Siboru Panaluan tidak seperti hubungan saudara, melainkan kekasih. Dan dipercaya mereka telah melakukan tindakan terlarang atau hubungan intim satu darah.
Sehingga terjadi bencana melanda desa berupa kemarau panjang yang membuat tumbuhan, sawah tidak tumbuh dan mata air mengering. Kedua anak kembar Guru Hatia dan Nan Sindak pun akhirnya diusir dari desa, setelah para tetua adat bertemu kedua anak kembar tersebut. Tidak lama berselang, hujan pun turun membasahi desa tempat Guru Hatia dan Nan Sindak.
Ketika dalam pengusiran, Aji Donda diminta untuk mencari buah di hutan oleh Tapi Nauasan Siboru Panaluan. Namun sayangnya, saat menemukan sebuah pohon dan memetik buah segar, Aji Donda justru terperangkap di pohon tersebut. Menunggu terlalu lama, Nauasan akhirnya mencari Aji Donda dan melihatnya terperangkap di dalam pohon. Si Tapi Omas (nama lain Nauasan) bergegas menolong kakaknya tersebut, tetapi ia justru terperangkap bersama Aji Donda di pohon itu.
Baca Juga:
Peringati Hari Pariwisata Dunia, Sudin Parekraf Jakarta Pusat Promosi Destinasi Wisata
Di saat Aji Donda dan Si Tapi Omas terperangkap di pohon, anjing peliharaan Guru Hatia menemukan selendang yang digunakan oleh Si Tapi Omas dan membawanya ke Guru Hatia. Melihat hal itu, Guru Hatia bersama para Datu mencari keberadaan Aji Donda dan Si Tapi Omas.
Ketika ditemukan, para Datu akhirnya mencoba menolongnya, nahas mereka justru ikut terperangkap dan Guru Hatia pun meminta bantuan kepada Datu Parpansa Ginjang yaitu tetua yang paling sakti. Dengan membacakan doa disertakan tarian tor-tor dan sesaji, Datu Parpansa Ginjang berhasil menebang pohon tersebut.
Pohon inilah yang dijadikan bahan pembuatan tongkat Tunggal Panaluan dan ukiran yang ada pada tongkat sakti tersebut merupakan gambaran dari anak kembar pasangan Guru Hatia dan Nan Sindak.[bgr]