WahanaNews - Simalungun I 33 aktivis dan seniman yang sempat dibawa paksa ke Polrestabes Medan, saat kericuhan eksekusi Caldera Coffe di Jalan Sisingamangaraja, Kota Medan akhirnya dipulangkan.
Menurut Kabag Ops Polrestabes Medan, AKBP Arman Muis, 33 aktivis dan seniman itu dipulangkan pada Rabu (13/7/2022) tengah malam.
Baca Juga:
Jalur Parapat-Siantar longsor sat lantas simalungun lakukan pengamanan
"Sudah balik," kata Arman kepada Tribun-medan.com, Kamis (14/7/2022).
Menurut Arman, 33 aktivis dan seniman itu diamankanpolisi guna mencegah terjadinya bentrok di lokasi eksekusi.
"Jadi kita tidak mengamankan, sifatnya kita menjaga kegaduhan di tempat. Sehingga anggota kita sebagian membawa ke Polrestabes, supaya hal - hal yang tidak diinginkan terjadi. Seperti bentrokan antara aparat dengan masyarakat," sebutnya.
Baca Juga:
Bhabinkamtibmas Polsek Perdagangan Aipda Jabidensi Samosir, S.H melaksanakan Sambang dan koordinasi untuk Menjaga Harkamtibmas
Diketahui, adapun 33 aktivis dan seniman yang diamankan diantaranya:
1. Dr Jhon Robert Simanjuntak
2. Nico Silalahi
3. Johan merdeka
4. Marojahan Manalu
5. Niko Sitohang
6. Hanna pagiet
7. Pandapotan Simanjuntak
8. Arius Simanjuntak
9. Lister Sitohang
10. Jones Sitohang
11. Rencus Pasaribu
12. Kristin Simanjuntak
13. Wilson Silaen
14. Sitong Pasaribu
15. Alvin Siahaan
16. Morten Marbun
17. Risky manulang
18. Heri Simangunsong
19. Nikson Simanjuntak
20. Tian Siahaan
21. Elvis nainggolan
22. Nikson Sitohang
23. Ganda Simanjuntak
24. Dorisi Sinaga
25. Randy S. tanjung
26. Vickry Hidayatullah
27. Jati Indra
28. Robet Situmorang
29. Barita News Lumbanbatu
30. Lebader Febri f Ginting
31. Josua Frando Situmorang
32. Honest Siregar
33. Ahmad Reza mahendra
Eksekusi Caldera Coffe ricuh
Eksekusi lahan dan bangunan Caldera Coffee di Jalan Sisingamangaraja No 132, Kelurahan Teladan Barat, Kecamatan Medan Kota berakhir ricuh.
Pihak yang mengaku sebagai pemilik lahan dan bangunan menolak eksekusi yang dilakukan PN Medan.
Meski sempat mendapat perlawanan, akhirnya proses eksekusi bisa berjalan, dengan pengawalan puluhan personel kepolisian.
"Pak Kapolri, bantu kami pak Kapolri," teriak seorang wanita berkacamata, ketika petugas juru sita PN Medan melakukan eksekusi, Rabu (13/7/2022).
Wanita berkemeja putih itu mengatakan, bahwa pemilik sah dari Caldera Coffee ini adalah Jhon Robert.
Bukti kepemilikan lahan dan bangunan sesuai Sertifikat Hak Milik Nomor 481 dan 482.
"Penggugat tidak ada surat, tapi kami kok bisa terusir," kata wanita tersebut sembari menangis.
Menurut informasi sebelumnya, bahwa Jhon Robert diketahui membeli objek perkara, yang kini telah diusahai menjadi Caldera Coffee, dari pemilik sebelumnya dengan alas Hak Milik yaitu Sertifikat Hak Milik dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Jhon Robert disebut membeli objek perkara dari lelaki bernama Irfan Anwar dan Muntaser.
Dalam pelaksanaan jual beli, dilaksanakan di hadapan notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) bernama Darmiana Lubis.
Namun, pihak penggugat kemudian mendaftarkan gugatan ke PN Medan dengan nomor perkara 108/Pdt.G/2021/PN Medan.
Selanjutnya, PN Medan menerbitkan penetapan eksekusi nomor 33/Eks/2018/79/Pdt.G/2006/PN.Mdn.
Saat eksekusi berlangsung, teriakan demi teriakan menggema.
Pihak dari Jhon Robert keberatan dengan eksekusi ini.
Karena mendapat perlawanan, polisi merangsek masuk.
Petugas kemudian mengeluarkan seluruh barang di dalam kafe Caldera Coffee.
Semua barang diletakkan di pinggir jalan, atau persisnya di depan kafe.
Karena eksekusi ini, jalanan di sekitar lokasi sempat macet.
Arus lalu lintas terganggu lantaran petugas dan masyarakat tumpah ruah ke jalan.
Sejauh ini Tribun-medan.com masih berupaya mengonfirmasi berbagai pihak, yang terlibat dalam sengketa ini.
Berdarah-darah
Kegiatan eksekusi lahan dan bangunan Caldera Coffe di Jalan Sisingamangaraja, Kecamatan Medan Kota berdarah-darah.
Massa yang membela Jhon Robert, pihak yang mengklaim kepemilikan Caldera Coffe, sampai mengalami luka dan gigi patah saat berhadapan dengan polisi.
Aksi saling dorong berbuntut pada penangkapan 33 aktivis yang membela Jhon Robert.
Kabag Ops Polrestabes Medan, AKBP Arman Muis menjelaskan, pihaknya cuma melakukan pengamanan di lokasi berdasarkan permintaan PN Medan.
Jadi kita menjalankan perintah tugas membantu atau mengamankan tim eksekusi lahan atau rumah. Yang mana itu permintaan dari pihak pengadilan," kata Arman kepada Tribun-medan.com, Rabu (13/7/2022).
Ia membantah, saat eksekusi terjadi bentrok dengan sejumlah massa yang mengadang, meskipun faktanya ada sejumlah orang yang terluka.
Menurutnya, saat melakukan pengamanan, pihaknya sudah berupaya melakukannya sesuai dengan prosedur.
"Jadi bukan bentrok sebenarnya, kita sudah berupaya melakukan kegiatan persuasif mulai dari jam tujuh, kita berupaya melakukan kegiatan sesuai dengan SOP," sebutnya.
Dikatakannya, situasi di lokasi tempat pengeksekusian telah berjalan kondusif.
Namun, saat itu ia mengaku sempat terjadi aksi saling dorong antara warga yang menolak dengan petugas kepolisian.
"Sejauh ini menurut pengamatan saya itu masih kondusif. Memang ada hal - hal terjadi dorong mendorong itu, karena adanya perlawanan dari pihak-pihak yang tidak ada hubungannya dengan kepemilikan objek," tuturnya.
Lebih lanjut, Arman menuturkan, bahwa guna untuk mencegah terjadinya bentrok, pihaknya mengamankan sejumlah orang di lokasi kejadian.
"Jadi kita tidak mengamankan, sifatnya kita menjaga kegaduhan di tempat. Sehingga anggota kita sebagian membawa ke Polrestabes, supaya hal - hal yang tidak diinginkan terjadi. Seperti bentrokan antara aparat dengan masyarakat," ungkapnya.
Ia menyebutkan, ada kurang lebih sembilan orang massa yang dibawa ke Polrestabes Medan untuk diamankan.
"Karena yang kita bawa ke Polrestabes ini, adalah bagian orang - orang yang kita anggap bisa memprovokasi atau situasi yang tidak stabil dalam kegiatan eksekusi," katanya.
"Sementara yang kita amankan tadi itu kurang lebih ada sembilan orang, tapi untuk jelasnya kami akan melakukan pengecekan kembali," sambungnya.
Dijelaskannya, nantinya massa yang diamankan ini akan dipulangkan dan tidak dilakukan penahanan oleh pihak kepolisian.
"Mereka tetap dipulangkan, intinya kita hanya melakukan kegiatan eksekusi yang dilakukan oleh pihak Pengadilan. Kita hanya mengawal setelah kegiatan ya mereka boleh pulang," ucapnya.
Arman mengakui, saat eksekusi berlangsung, ada penolakan dari sejumlah orang dan ada massa yang terluka.
Namun, massa yang terluka itu bukan diakibatkan karena bentrok dengan petugas kepolisian yang berjaga di lokasi.
"Sejauh ini yang saya tahu, kegiatan yang kita lakukan itu memang tidak ada yang melakukan gerakan sama sekali, baik itu sifatnya pemukulan maupun dorongan," katanya.
"Kita hanya sifatnya bertahan, bergeser, mendekati objek tapi masyarakat berupaya untuk menghalau kita, menghadang para petugas. Kita mengganggap bahwa itu terjadi karena adanya misalnya, luka lecet atau pendarahan dibagian mulut itukan karena ulah mereka sendiri," pungkasnya.
Menurut informasi sebelumnya, bahwa Jhon Robert diketahui membeli objek perkara, yang kini telah diusahai menjadi Caldera Coffee, dari pemilik sebelumnya dengan alas Hak Milik yaitu Sertifikat Hak Milik dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Jhon Robert disebut membeli objek perkara dari lelaki bernama Irfan Anwar dan Muntaser.
Dalam pelaksanaan jual beli, dilaksanakan di hadapan notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) bernama Darmiana Lubis.
Namun, pihak penggugat kemudian mendaftarkan gugatan ke PN Medan dengan nomor perkara 108/Pdt.G/2021/PN Medan.
Selanjutnya, PN Medan menerbitkan penetapan eksekusi nomor 33/Eks/2018/79/Pdt.G/2006/PN.Mdn.
Saat eksekusi berlangsung, teriakan demi teriakan menggema.
Pihak dari Jhon Robert keberatan dengan eksekusi ini.
Karena mendapat perlawanan, polisi merangsek masuk.[bgr]
Sumber:tribun-medan.com