WahanaNews - Simalungun I Batak merupakan suku yang terdapat di Sumatera Utara. Masyarakat Batak memang dikenal memiliki adat istiadat yang sangat kuat dan kental. Bahkan, hingga saat ini banyak adat dan tradisi yang masih dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat Batak di daerah ini.
Suku Batak memiliki upacara adat yang beragam, salah satunya adalah upacara kematian. Upacara kematian ini diadakan saat pemakaman seseorang yang meninggal dunia. Dalam upacara ini, ada satu benda yang wajiib untuk disiapkan, yaitu Sijagaron.
Baca Juga:
Unggul Jauh, Bobby-Surya Kuasai Quick Count Pilkada Sumatera Utara
Sijagaron merupakan sebuah benda yang dijadikan simbol penting pada acara kematian. Benda ini memiliki nilai filosofis dan makna yang mendalam bagi masyarakat Batak.
Wajib Ada saat Acara Pemakaman Adat Batak
Dilansir dari liputan6.com, Sijaragon adalah tanaman yang dirangkai dengan beberapa benda lain yang digunakan dalam upacara pemakaman. Benda ini bisa dengan mudah ditemui pada saat acara pemakaman yang dilakukan dengan adat Batak. Sijagaron biasanya diletakkan di samping bagian atas peti mati orang yang meninggal.
Baca Juga:
Tanah Longsor di Padang Lawas, Satu Keluarga Tewas Akibat Hujan Deras
Hanya Diberikan Kepada Lanjut Usia
Namun, meski benda ini selalu ada saat acara pemakaman, ternyata tidak sembarangan orang meninggal bisa mendapat Sijagaron.
Rangkaian tanaman ini hanya bisa diberikan jika orang tersebut meninggal di usia lanjut dan punya banyak keturunan atau dalam istilah Batak “saur matua”.
Simbol Keberhasilan Orang yang Meninggal
Sijagaron memiliki arti 'terpandang'. Dalam hal ini, benda ini merupakan simbol keberhasilan seseorang yang meninggal semasa dia hidup. Keberhasilan itu ditentukan jika semua anak orang yang meninggal itu sudah menikah dan hidup sukses atau disebut jagar.
Isi dari Sijagaron
Menjadi simbol penting bagi masyarakat Batak, membuat Sijagaron ini tidak boleh dibuat dengan sembarangan. Isi dari Sijagaron ini tidak boleh asal dan ada ketentuannya.
Sijagaron terdiri dari beragam tanaman, yaitu hariara (ara), silinjuang (sejenis tumbuhan berbatang lurus), daun baringin (beringin), ompu-ompu (bunga bakung), sanggar (ilalang beruas), sihilap (sejenis tumbuhan daun seperti kipas), pilo-pilo (daun enau muda), gambiri (kemiri), eme (padi), dan pira ni manuk (telur ayam).
Kemudian semua benda tersebut dirangkai dan ditancapkan ke dalam tumpukan padi dalam ampang atau bakul yang terbuat dari anyaman bambu.
Makna Sijagaron
Masing-masing tanaman yang digunakan dalam Sijagaron ini juga memiliki makna mendalam tentang kehidupan. Daun baringin diartikan sebagai keberhasilan dalam hidup harus memiliki kesatuan keluarga dan masyarakat yang berguna untuk orang banyak.
Padi bermakna orang yang meninggal sudah memiliki taraf hidup yang baik, ditandai dengan cukup pangan dan sandang. Ditambah bibit-bibit yang demikian telah diwariskannya kepada anak-cucunya.
Kemiri yang mengandung minyak bermakna untuk mencapai taraf hidup yang baik harus memberi arti bagi masyarakat sehingga bisa meresap serta diterima semua pihak. Sementara, sanggar dimaknai sebagai simbol kehidupan yang kerap turun-naik karena berbagai cobaan hidup, tetapi tidak pernah patah.
Dibawa di Atas Kepala Menantu Perempuan
Dalam acara adat pemakaman, Sijagaron ini harus dibawa di atas kepala menantu perempuan keluarga orang yang meninggal. Kemudian dibawa memutari ruangan tiga kali.
Begitu acara selesai, padi yang ada di ampang juga bisa disebar di halaman pemilik rumah. Masyarakat Batak percaya, jika padinya tumbuh maka anak dan cucu orang yang meninggal ini akan mendapatkan kesuksesan.[bgr]